Kamis, 15 April 2010

“Bung Itung” Akan Datangi Rumah Anda

“ Bung itung” atau nama lain petugas sensus dari Badan Pusat Statistik akan mendatangi rumah warga di seluruh Indonesia mulai tanggal 1 sampai tanggal 31 Mei 2010, yang akan mendata keterangan individu sampai kondisi dan fasilitas bangunan rumah tempat tinggal hal ini guna mengumpulkan dan menyajikan data dasar tentang penduduk, rumah tangga dan perumahan sampai tingkat wilayah administrasi terendah.

Berkaitan dengan hal tersebut maka Badan Pusat Statistik Kota Banjar mengadakan sosialisasi sensus penduduk 2010 dengan tema membangun itu sulit dan mahal tetapi lebih sulit dan mahal membangun tanpa data betempat di aula Yayasan Yudistira Jl Lobak no 527 Banjar, Kamis (11/3).

Kegiatan dibuka langsung oleh Walikota Banjar Dr dr H Herman Sutrisno MM dihadiri oleh Ketua BPS Kota Banjar Dra Hj Enung Asih Gandirum MP, Ketua DPRD Kota Banjar Drs Dadang Kalyubi, Kapolresta Banjar serta Kepala OPD Kota Banjar dan diikuti oleh 50 orang peserta.

“ Akurasi data dalam pendataan penduduk sangat penting karena hal ini akan berpengaruh dalam menentukan kebijakan pembangunan di Kota Banjar ” ujar Walikota Banjar dalam sambutanya, untuk itu beliau berharap pendataan yang akan dilaksanakan dapat menghasilkan data yang akurat dan valid.

Bung itung dalam melaksanakan sensus penduduk tahun 2010 akan memberikan pertanyaan diantaranya keterangan individu yang meliputi nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku bangsa, bahasa sehari-hari, jumlah anak yang lahir hidup dan anak masih hidup ( khusus wanita dewasa) status dan tingkat pendidikan, keterangan mengenai ketenaga kerjaan

Keterangan rumahtangga meliputi peristiwa kelahiran dan kematian, serta penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Kondisi dan fasilitas bangunan tempat tinggal yang meliputi status kepemilikan tempat tinggal, sumber penerang, sumber bahan bakar, sumber air minum dan fasilitas kamar mandi

Continue Reading...

Selasa, 13 April 2010

Pendidikan Sebagai Investasi Jangka Panjang

Oleh : Nurkolis

Profesor Toshiko Kinosita mengemukakan bahwa sumber daya manusia Indonesia masih sangat lemah untuk mendukung perkembangan industri dan ekonomi. Penyebabnya karena pemerintah selama ini tidak pernah menempatkan pendidikan sebagai prioritas terpenting. Tidak ditempatkannya pendidikan sebagai prioritas terpenting karena masyarakat Indonesia, mulai dari yang awam hingga politisi dan pejabat pemerintah, hanya berorientasi mengejar uang untuk memperkaya diri sendiri dan tidak pernah berfikir panjang (Kompas, 24 Mei 2002).

Pendapat Guru Besar Universitas Waseda Jepang tersebut sangat menarik untuk dikaji mengingat saat ini pemerintah Indonesia mulai melirik pendidikan sebagai investasi jangka panjang, setelah selama ini pendidikan terabaikan. Salah satu indikatornya adalah telah disetujuinya oleh MPR untuk memprioritaskan anggaran pendidikan minimal 20 % dari APBN atau APBD. Langkah ini merupakan awal kesadaran pentingnya pendidikan sebagai investasi jangka pangjang. Sedikitnya terdapat tiga alasan untuk memprioritaskan pendidikan sebagai investasi jangka panjang.

Pertama, pendidikan adalah alat untuk perkembangan ekonomi dan bukan sekedar pertumbuhan ekonomi. Pada praksis manajemen pendidikan modern, salah satu dari lima fungsi pendidikan adalah fungsi teknis-ekonomis baik pada tataran individual hingga tataran global. Fungsi teknis-ekonomis merujuk pada kontribusi pendidikan untuk perkembangan ekonomi. Misalnya pendidikan dapat membantu siswa untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk hidup dan berkompetisi dalam ekonomi yang kompetitif.

Secara umum terbukti bahwa semakin berpendidikan seseorang maka tingkat pendapatannya semakin baik. Hal ini dimungkinkan karena orang yang berpendidikan lebih produktif bila dibandingkan dengan yang tidak berpendidikan. Produktivitas seseorang tersebut dikarenakan dimilikinya keterampilan teknis yang diperoleh dari pendidikan. Oleh karena itu salah satu tujuan yang harus dicapai oleh pendidikan adalah mengembangkan keterampilan hidup. Inilah sebenarnya arah kurikulum berbasis kompetensi, pendidikan life skill dan broad based education yang dikembangkan di Indonesia akhir-akhir ini. Di Amerika Serikat (1992) seseorang yang berpendidikan doktor penghasilan rata-rata per tahun sebesar 55 juta dollar, master 40 juta dollar, dan sarjana 33 juta dollar. Sementara itu lulusan pendidikan lanjutan hanya berpanghasilan rata-rata 19 juta dollar per tahun. Pada tahun yang sama struktur ini juga terjadi di Indonesia. Misalnya rata-rata, antara pedesaan dan perkotaan, pendapatan per tahun lulusan universitas 3,5 juta rupiah, akademi 3 juta rupiah, SLTA 1,9 juta rupiah, dan SD hanya 1,1 juta rupiah.

Para penganut teori human capital berpendapat bahwa pendidikan adalah sebagai investasi sumber daya manusia yang memberi manfaat moneter ataupun non-moneter. Manfaat non-meneter dari pendidikan adalah diperolehnya kondisi kerja yang lebih baik, kepuasan kerja, efisiensi konsumsi, kepuasan menikmati masa pensiun dan manfaat hidup yang lebih lama karena peningkatan gizi dan kesehatan. Manfaat moneter adalah manfaat ekonomis yaitu berupa tambahan pendapatan seseorang yang telah menyelesaikan tingkat pendidikan tertentu dibandingkan dengan pendapatan lulusan pendidikan dibawahnya. (Walter W. McMahon dan Terry G. Geske, Financing Education: Overcoming Inefficiency and Inequity, USA: University of Illionis, 1982, h.121).

Sumber daya manusia yang berpendidikan akan menjadi modal utama pembangunan nasional, terutama untuk perkembangan ekonomi. Semakin banyak orang yang berpendidikan maka semakin mudah bagi suatu negara untuk membangun bangsanya. Hal ini dikarenakan telah dikuasainya keterampilan, ilmu pengetahuan dan teknologi oleh sumber daya manusianya sehingga pemerintah lebih mudah dalam menggerakkan pembangunan nasional.

Nilai
Balik Pendidikan
Kedua, investasi pendidikan memberikan nilai balik (rate of return) yang lebih tinggi dari pada investasi fisik di bidang lain. Nilai balik pendidikan adalah perbandingan antara total biaya yang dikeluarkan untuk membiayai pendidikan dengan total pendapatan yang akan diperoleh setelah seseorang lulus dan memasuki dunia kerja. Di negara-negara sedang berkembang umumnya menunjukkan nilai balik terhadap investasi pendidikan relatif lebih tinggi dari pada investasi modal fisik yaitu 20 % dibanding 15 %. Sementara itu di negara-negara maju nilai balik investasi pendidikan lebih rendah dibanding investasi modal fisik yaitu 9 % dibanding 13 %. Keadaan ini dapat dijelaskan bahwa dengan jumlah tenaga kerja terdidik yang terampil dan ahli di negara berkembang relatif lebih terbatas jumlahnya dibandingkan dengan kebutuhan sehingga tingkat upah lebih tinggi dan akan menyebabkan nilai balik terhadap pendidikan juga tinggi (Ace Suryadi, Pendidikan, Investasi SDM dan Pembangunan: Isu, Teori dan Aplikasi. Balai Pustaka: Jakarta, 1999, h.247).

Pilihan investasi pendidikan juga harus mempertimbangkan tingkatan pendidikan. Di Asia nilai balik sosial pendidikan dasar rata-rata sebesar 27 %, pendidikan menengah 15 %, dan pendidikan tinggi 13 %. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka manfaat sosialnya semakin kecil. Jelas sekali bahwa pendidikan dasar memberikan manfaat sosial yang paling besar diantara tingkat pendidikan lainnya. Melihat kenyataan ini maka struktur alokasi pembiayaan pendidikan harus direformasi. Pada tahun 1995/1996 misalnya, alokasi biaya pendidikan dari pemerintah Indonesia untuk Sekolah Dasar Negeri per siswa paling kecil yaitu rata-rata hanya sekirat 18.000 rupiah per bulan, sementara itu biaya pendidikan per siswa di Perguruan Tinggi Negeri mendapat alokasi sebesar 66.000 rupiah per bulan. Dirjen Dikti, Satrio Sumantri Brojonegoro suatu ketika mengemukakan bahwa alokasi dana untuk pendidikan tinggi negeri 25 kali lipat dari pendidikan dasar. Hal ini menunjukkan bahwa biaya pendidikan yang lebih banyak dialokasikan pada pendidikan tinggi justru terjadi inefisiensi karena hanya menguntungkan individu dan kurang memberikan manfaat kepada masyarakat.

Reformasi alokasi biaya pendidikan ini penting dilakukan mengingat beberapa kajian yang menunjukkan bahwa mayoritas yang menikmati pendidikan di PTN adalah berasal dari masyarakat mampu. Maka model pembiayaan pendidikan selain didasarkan pada jenjang pendidikan (dasar vs tinggi) juga didasarkan pada kekuatan ekonomi siswa (miskin vs kaya). Artinya siswa di PTN yang berasal dari keluarga kaya harus dikenakan biaya pendidikan yang lebih mahal dari pada yang berasal dari keluarga miskin. Model yang ditawarkan ini sesuai dengan kritetia equity dalam pembiayaan pendidikan seperti yang digariskan Unesco.

Itulah sebabnya Profesor Kinosita menyarankan bahwa yang diperlukan di Indonesia adalah pendidikan dasar dan bukan pendidikan yang canggih. Proses pendidikan pada pendidikan dasar setidaknnya bertumpu pada empat pilar yaitu learning to know, learning to do, leraning to be dan learning live together yang dapat dicapai melalui delapan kompetensi dasar yaitu membaca, menulis, mendengar, menutur, menghitung, meneliti, menghafal dan menghayal. Anggaran pendidikan nasional seharusnya diprioritaskan untuk mengentaskan pendidikan dasar 9 tahun dan bila perlu diperluas menjadi 12 tahun. Selain itu pendidikan dasar seharusnya “benar-benar” dibebaskan dari segala beban biaya. Dikatakan “benar-benar” karena selama ini wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan pemerintah tidaklah gratis. Apabila semua anak usia pendidikan dasar sudah terlayani mendapatkan pendidikan tanpa dipungut biaya, barulah anggaran pendidikan dialokasikan untuk pendidikan tingkat selanjutnya.

Fungsi
Non Ekonomi
Ketiga, investasi dalam bidang pendidikan memiliki banyak fungsi selain fungsi teknis-ekonomis yaitu fungsi sosial-kemanusiaan, fungsi politis, fungsi budaya, dan fungsi kependidikan. Fungsi sosial-kemanusiaan merujuk pada kontribusi pendidikan terhadap perkembangan manusia dan hubungan sosial pada berbagai tingkat sosial yang berbeda. Misalnya pada tingkat individual pendidikan membantu siswa untuk mengembangkan dirinya secara psikologis, sosial, fisik dan membantu siswa mengembangkan potensinya semaksimal mungkin (Yin Cheong Cheng, School Effectiveness and School-Based Management: A Mechanism for Development, Washington D.C: The Palmer Press, 1996, h.7).

Fungsi politis merujuk pada sumbangan pendidikan terhadap perkembangan politik pada tingkatan sosial yang berbeda. Misalnya pada tingkat individual, pendidikan membantu siswa untuk mengembangkan sikap dan keterampilan kewarganegaraan yang positif untuk melatih warganegara yang benar dan bertanggung jawab. Orang yang berpendidikan diharapkan lebih mengerti hak dan kewajibannya sehingga wawasan dan perilakunya semakin demoktratis. Selain itu orang yang berpendidikan diharapkan memiliki kesadaran dan tanggung jawab terhadap bangsa dan negara lebih baik dibandingkan dengan yang kurang berpendidikan.

Fungsi budaya merujuk pada sumbangan pendidikan pada peralihan dan perkembangan budaya pada tingkatan sosial yang berbeda. Pada tingkat individual, pendidikan membantu siswa untuk mengembangkan kreativitasnya, kesadaran estetis serta untuk bersosialisasi dengan norma-norma, nilai-nilai dan keyakinan sosial yang baik. Orang yang berpendidikan diharapkan lebih mampu menghargai atau menghormati perbedaan dan pluralitas budaya sehingga memiliki sikap yang lebih terbuka terhadap keanekaragaman budaya. Dengan demikian semakin banyak orang yang berpendidikan diharapkan akan lebih mudah terjadinya akulturasi budaya yang selanjutnya akan terjadi integrasi budaya nasional atau regional.

Fungsi kependidikan merujuk pada sumbangan pendidikan terhadap perkembangan dan pemeliharaan pendidikan pada tingkat sosial yang berbeda. Pada tingkat individual pendidikan membantu siswa belajar cara belajar dan membantu guru cara mengajar. Orang yang berpendidikan diharapkan memiliki kesadaran untuk belajar sepanjang hayat (life long learning), selalu merasa ketinggalan informasi, ilmu pengetahuan serta teknologi sehingga terus terdorong untuk maju dan terus belajar.

Di kalangan masyarakat luas juga berlaku pendapat umum bahwa semakin berpendidikan maka makin baik status sosial seseorang dan penghormatan masyarakat terhadap orang yang berpendidikan lebih baik dari pada yang kurang berpendidikan. Orang yang berpendidikan diharapkan bisa menggunakan pemikiran-pemikirannya yang berorientasi pada kepentingan jangka panjang. Orang yang berpendidikan diharapkan tidak memiliki kecenderungan orientasi materi/uang apalagi untuk memperkaya diri sendiri.

Kesimpulan
Jelaslah bahwa investasi dalam bidang pendidikan tidak semata-mata untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi tetapi lebih luas lagi yaitu perkembangan ekonomi. Selama orde baru kita selalu bangga dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu hancur lebur karena tidak didukung oleh adanya sumber daya manusia yang berpendidikan. Orde baru banyak melahirkan orang kaya yang tidak memiliki kejujuran dan keadilan, tetapi lebih banyak lagi melahirkan orang miskin. Akhirnya pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati sebagian orang dan dengan tingkat ketergantungan yang amat besar.

Perkembangan ekonomi akan tercapai apabila sumber daya manusianya memiliki etika, moral, rasa tanggung jawab, rasa keadilan, jujur, serta menyadari hak dan kewajiban yang kesemuanya itu merupakan indikator hasil pendidikan yang baik. Inilah saatnya bagi negeri ini untuk merenungkan bagaimana merencanakan sebuah sistem pendidikan yang baik untuk mendukung perkembangan ekonomi. Selain itu pendidikan juga sebagai alat pemersatu bangsa yang saat ini sedang diancam perpecahan. Melalui fungsi-fungsi pendidikan di atas yaitu fungsi sosial-kemanusiaan, fungsi politis, fungsi budaya, dan fungsi kependidikan maka negeri ini dapat disatukan kembali. Dari paparan di atas tampak bahwa pendidikan adalah wahana yang amat penting dan strategis untuk perkembangan ekonomi dan integrasi bangsa. Singkatnya pendidikan adalah sebagai investasi jangka panjang yang harus menjadi pilihan utama.

Bila demikian, ke arah mana pendidikan negeri ini harus dibawa? Bagaimana merencanakan sebuah sistem pendidikan yang baik? Marilah kita renungkan bersama.

Nurkolis, Dosen Akademi Pariwisata Nusantara Jaya di Jakarta.
Continue Reading...

Senin, 12 April 2010

ARTI LAMBANG




Ukuran Standar
Tameng / Perisai
Lebar 5,33 Cm
Tinggi 7 Cm
Tulisan Melengkung
Lebar 7 Cm
Tinggi 0,23 Cm
(1) Lambang Daerah berbentuk Tameng/Perisai, dengan warna dasar biru muda yang di dalamnya terdapat gambar, warna dan bentuk serta dibagian atas terdapat tulisan “ KOTA BANJAR ” dan di bagian bawah terdapat tulisan “ SOMAHNA BAGJA DI BUANA” DENGAN WARNA HURUF PUTIH ;
(2) Lambang Daerah Kota Banjar terdiri dari 2 (dua) bagian dengan perincian sebagai berikut :
a. BAGIAN DEPAN ATAU ISI DARI ATAS KE BAWAH TERDIRI DARI :
1. Gambar Bintang
- Diambil dari Pancasila, sila pertama yang berbunyi “Ke Tuhanan Yang Maha Esa” simbol ini dipakai berdasarkan cita-cita masyarakat Banjar yang berkeinginan agar Kota Banjar menjadi kota religius.
- Bintang juga merupakan simbol dari semua agama dan memiliki arti kewenangan atau kesuksesan.

2. Tulisan Kota Banjar
Menunjukan sebutan bagi Kota dan Pemerintahan Kota Banjar.

3. Benteng Kembar
- Melambangkan Pertahanan sekaligus pintu gerbang Kota Banjar.
- Tonjolannya masing-masing ada 5 (lima ) melambangkan lima Dasar Pokok Negara “PANCASILA”
1. Ke Tuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permuryawaratan/Perwakilan.
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
- Bagian pilar yang pendek berjumlah 4 (empat), pilar yang panjang (menonjol) berjumlah 5 (lima), bermakna tahun 45 Kemerdekaan Republik Indonesia.
- Masing-masing terdiri dari 9 (sembilan) pilar merupakan angka tunggal tertinggi/terbesar yang mengandung simbol keberuntungan dan kesuksesan.
- Angka sembilan merupakan simbol sembilan tokoh agama yang sangat termashur yang menjadi panutan umat yang terkenal dengan isitilah “Wali Songo”.
- Kembar kiri-kanan bermakna keseimbangan hidup phisik dan pshikis.

4. Kujang
- Merupakan senjata Tradisional Tatar Sunda.
- Jika perlu dapat dipergunakan sebagai alat penjaga diri. 5 (lima) lubang melambangkan Lima Dasar Pokok Negara “Pancasila”.

5. Dua Gunung
- Melambangkan Gunung Babakan dan Gunung Sangkur.
- Kota Banjar memiliki 2 (dua) Gunung yaitu Gunung Babakan dan Gunung Sangkur yang merupakan simbol kekuatan masyarakat Kota Banjar dari segala guncangan dan gangguan serta teguh pada pendirian untuk menegakkan kebenaran dan keadilan.

6. Sawah dan Ladang
- Merupakan simbol kemekmuran dan kesuburan Kota Banjar, sebagai dampak positif dari kehidupan masyarakat yang rajin, dinamis, optimis dan tidak kenal menyerah.
- Jumlah 21 (dua puluh satu) menyatakan hari ke-21 (dua puluh satu) dari bulan berdirinya Kota Banjar.

7. Sungai dan Irigasi
- Kota Banjar memiliki Sungai Citanduy sebagai sumber air yang sangat besar.
- Irigasi sebagai sumber sarana penunjang kesuburan yang berdampak pada kemakmuran

8. Jembatan, Dam/Bendungan
- Dilambangkan dengan 2 (dua) bentuk gambar yang menyatakan bulan ke-2 (dua) dari tahun berdirinya Kota Banjar.
- Jembatan sebagai penunjang/sarana untuk kelancaran transportasi.
- Dam/Bendungan sebagai sarana untuk kelancaran irigasi.

9. Roda Bersayap
- Melambangkan Kota Transit yang harus berkembang seimbang terutama di sektor perekonomian yang meliputi perdangan dan transportasi.
- Jari-jari berwarna merah berjumlah 22 (dua puluh dua) melambangkan 22 (dua puluh dua desa).
- Sayap berjumlah 4 (empat) kecamatan.

10. Padi Kapas
- Melambangkan sandang pangan sebagai kebutuhan Pokok serta sebagai simbol subur makmur.
- Jumlah padi 17 (tujuh belas) menyatakan hari ke-17 (tujuh belas) dari bulan Proklamasi. - Jumlah kapas 8 (delapan) menyatakan bulan ke-8 (delapan) dari tahun Proklamasi.

11. Tulisan/Motto “SOMAHNA BAGJA DI BUANA”
- Kalimat “ SOMAHNA BAGJA DI BUANA ” mengandung makna yang sangat dalam sebagai tujuan dan harapan yang ingin dicapai masyarakat Kota Banjar.
- Hurufnya berjumlah 19 (sembilan belas) digabung dengan pilar berjumlah 4 (empat) dan 5 (lima) bermakna tahun 1945 yaitu Tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
- Kata-katanya diambil dari Bahasa sunda yang berarti sebagai berikut :
- Somah berarti rakyat, masyarakat, Somahna berarti rakyatnya, masyarakatnya.
- Bagja berarti sugema, berarti bahagia lahir bathin.
- Di Buana berarti di dunia (di Kota Banjar).
- SOMAHNA BAGJA DI BUANA , makna yang sebenarnya ‘ masyarakat Kota Banjar bahagia lahir bathin ”, makna yang lebih dalam adalah “ Masyarakat Banjar Harus Menjadi Tuan Di Kotanya Sendiri ”.

b. BAGIAN DASAR ATAU BINGKAI/WADAH
Bentuk dasar diambil dari bentuk tameng/perisai yang sudah distilasi (penyederhanaan bentuk).
Tameng adalah suatu alat untuk melindungi seseorang dari serangan musuh yang sudah dibuktikan keampuhannya terutama zaman dahulu saat dipakai oleh laskar-laskar kerajaan.
Begitu juga pada logo ini tameng dimaksudkan sebagai bingkai atau wadah untuk melestarikan atau melindungi simbol-simbol kehidupan masyarakat Kota Banjar.

Warna dalam Lambang Daerah mempunyai arti sebagai berikut :
1. Warna biru muda sebagai gambaran masyarakat Kota Banjar yang cinta damai, dinamis dan optimis.
2. Warna kuning mengandung arti keemasan atau kejayaan dan kemenangan aatu kemakmuran.
3. Warna hijau bermakna subur.
4. Warna merah dan putih diambil warna Bendera Republik Indonesia sebagai simbol pemersatu antar etnis suku dan agama.
- Warna merah bermakna keberanian, semangat tidak kenal menyerah.
- Warna putih bermakna teguh dan kuat.
5. Warna hitam bermakna teguh dan kuat.
Continue Reading...
 

Blogroll

Site Info

Text

SITUS HUMAS KOTA BANJAR Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template